Sabtu, 02 Mei 2015

UU No 36 Tentang Telekomunikasi Penyelenggaraan

Ketentuan pidana

 Dibuat nya Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan  salah satunya adalah Bahwa penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan hasil-hasilnya, serta  meningkatkan hubungan antar bangsa

BAB IV
PENYELENGGARAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7

   1)    Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
a.                penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b.               penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c.                penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

   2)   Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.                melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b.               mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c.                dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d.               peran serta masyarakat.


Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8

  1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi                     sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a.   Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b.   Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c.   badan usaha swasta; atau
d.   koperasi.

  2)Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c,       dapat dilakukan oleh:
e.   perseorangan;
f.    instansi pemerintah;
g.   badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

  3)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
  1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat            menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
   2)Penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam                     menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
  3)Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat               menyelenggarakan telekomunikasi untuk:
h.   keperluan sendiri;
i.    keperluan pertahanan keamanan negara;
j.    keperluan penyiaran.
  4) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri dari     penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan:
k.   perseorangan;
l.    instansi pemerintah;
m. dinas khusus;
n.   badan hukum.
   5) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat    (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga
Larangan Praktek Monopoli
Pasal 10

  1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan        terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara                          telekomunikasi.
  2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang  berlaku.




Bagian Keempat
Perizinan
Pasal 11

  1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan          setelah mendapat izin dari Menteri.
   2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
a.                tata cara yang sederhana;
b.               proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
c.                penyelesaian dalam waktu yang singkat.
   3)  Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat      (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12

  1) Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi,           penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan     yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
  2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
  3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang                  bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13

Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.

Pasal 14

Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.




Pasal 15

   1)  Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian,           maka   pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara       telekomunikasi.
   2) Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),       kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan                   diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.
   3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada       ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

  1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib      memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
  2) Kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk  penyediaan sarana  dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
   3) Ketentuan kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan              Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.

Pasal 18

 1)  Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
 2) Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
  3) Ketentuan mengenai pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.





Pasal 19

Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.

Pasal 20

Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut:
a. keamanan negara;
b. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
c. bencana alam;
d. marabahaya; dan atau
e. wabah penyakit.

Pasal 21

Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan
telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.

Pasal 22

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.


Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23

  1)    Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran.
   2)   Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 24

Permintaan penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan sistem penomoran sebagaimana dimaksud dalam pasal 23.


Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25

  1)    Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
   2)   Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
  3)   Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip:
a.                pemanfaatan sumber daya secara efisien;
b.               keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
c.                peningkatan mutu pelayanan; dan
d.               persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
  4)   Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

  1)    Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan.
   2)   Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
T a r i f
Pasal 27

Susunan tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.


 Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29

   1) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan     huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
   2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c,           dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk     keperluan penyiaran.

Pasal 30

   1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
 telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara            telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, dapat                menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud        dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah mendapat izin Menteri.
   2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
 telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),        maka  penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat melakukan penyelenggaraan        jaringan  telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
   3) Syarat-syarat untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan    Pemerintah.

Pasal 31

   1) Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan              negara  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu mendukung    kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau                memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh penyelenggara            telekomunikasi lainnya.
   2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



 Bagian Kesepuluh
Perangkat Telekomunikasi,
Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32

  1) Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di  wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin    sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
   2) Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat    (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

   1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
   2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan
 peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
   3)  Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
 frekuensi radio dan orbit satelit.
 4) Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

  1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya  didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
   2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
  3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan            Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

  1) Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan  Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia, tidak diwajibkan memenuhi         persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
  2) Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
 o. untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam,  keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keamanan lalu lintas pelayaran; atau
  p. disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;  atau
  q.   merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan     yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
 3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 36

 1)  Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara     Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
 2)  Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah         udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
  r. untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam,  keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas penerbangan; atau
  s.  disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi;  atau
  t. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan  yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
 3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)      diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37

Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.

Bagian Kesebelas
Pengamanan Telekomunikasi
Pasal 38

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

 Pasal 39

 1) Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.
  2) Ketentuan pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


 Pasal 40

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.

Pasal 41

Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 42

1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
u.   permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
v.   permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang- undang yang berlaku.
3) Ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


 Pasal 43

Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar